Salam!
2021 hampir tiba. Bagi saya (dan kemungkinan juga untuk kebanyakan orang 😖), tahun 2020 terasa 'asing' atau mungkin bisa dibilang 'berat'. Begitu banyak perasaan yang timbul dan campur-aduk dalam menjalani tahun 2020 ini: kaget, sedih, khawatir/cemas, senang, sepi, bosan, optimis, bersyukur, dan pasrah. Cerita kali ini dibuat untuk catatan sekaligus refleksi diri pada masa pandemi seperti ini. Mungkin saja kondisinya berbeda untuk orang lain, jadi anggap saja seperti saya sedang berbagi cerita dengan teman2 ya..😀
Sekitar pertengahan Maret 2020, saya mulai 'bekerja' dari rumah. Saat itu, kondisi di Sydney memang sudah dibatasi karena memang kasus COVID-19 yang cukup banyak dan terus meningkat. Jadi, kegiatan perkuliahan wajib dilakukan secara online (tidak ada lagi tatap muka di kelas). Sementara untuk staff (termasuk PhD students) sangat disarankan untuk bekerja dari rumah. Bekerja dari rumah sebetulnya bukan hal yang baru untuk saya karena jauh sebelum pandemi saya memang lebih suka bekerja dari rumah karena alasan kenyamanan. Tapi tentu saja bekerja dari rumah saat kondisi normal sangatlah berbeda dengan kondisi saat pandemi, khususnya soal mengatur fokus. Ya, saat itu saya merasa tidak bisa fokus untuk bekerja..rasa khawatir/cemas selalu muncul, ditambah dengan hadirnya rasa kecewa karena harus menunda project yang harusnya dilakukan di Indonesia. Kalau bisa saya gambarkan, di kepala saya saat itu dipenuhi dengan pertanyaan 'kenapa?'
ilustrasi pexels.com |
Terkait rencana riset, beberapa point penyesuaian dibuat dengan mempertimbangkan kondisi terburuk. Yah..balik lagi, walaupun ini hanya rencana dan mungkin saja akan berubah kembali, saya dan spv cukup puas dengan penyesuaian yang dibuat. Oh ya, saat itu sekolah anak juga dilakukan secara online. Jadi, saya harus membagi waktu dan juga ruang kerja di rumah, agar saya dan anak tetap dapat mengerjakan tugas. Walaupun repot, saya mencoba untuk selalu mengambil sisi positif dari hal yang dialami. Semua orang berada pada kondisi yang sama..bahkan mungkin banyak orang yang keadaannya lebih repot dan susah dari saya. Sehingga, bersyukur atas apa yang dimiliki adalah hal wajib yang saya lakukan.
Sampai artikel ini ditulis, tidak terasa sudah sekitar 9 bulan saya berada dalam kondisi pandemi COVID-19. Waktu memang terasa begitu cepat berjalan, tapi ternyata banyak kesempatan datang dan terbuka pada saya karena kondisi ini. Mulai dari mengisi webinar, online conference, atau mengikuti training/workshop menarik secara online. Sejak November lalu, saya mulai sesekali bekerja dari kampus. Ya, sekitar dua bulan terakhir, kondisi Sydney sudah lebih baik dibandingkan pada awal pandemi. Walaupun peraturan juga terasa lebih longgar, tapi kita tetap harus menjaga dan menerapkan protokol kesehatan (misal: memakai masker di kendaraan umum, dll).
Alhamdulillah review tahunan (dilakukan online) PhD akhir Agustus lalu berjalan lancar, bahkan tim panel bertanya kepada saya terkait tips agar tetap bisa fokus. Tidak menyangka bahwa orang lain melihat dan menilai saya tetap fokus untuk mencapai milestones pada kondisi pandemi seperti ini. Sebagai penutup, berikut ini adalah beberapa hal saya catat sebagai refleksi saya dalam menjalani studi PhD di masa pandemi COVID-19:
- Bangga atas diri dan kemampuan saya karena sudah cukup 'tangguh' menjalani 2020: Saya tidak menyangka bahwa saya mampu menghadapi banyak perubahan yang begitu cepat terjadi, tetapi juga bisa melakukan banyak penyesuaian dengan cepat. Saya juga bangga karena bisa tetap fokus untuk melakukan apa yang saya bisa kerjakan. Ini membuat saya percaya bahwa kita sebagai manusia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam diri kita masing-masing.
- Fokus pada hal-hal yang bisa kita lakukan (control), sekecil apapun itu: Memikirkan hal-hal yang berada di luar control membuat kita stress, dan bisa merembet ke masalah lain.
- Berbuat baik dan peduli dengan orang lain: Melakukan hal yang dianggap sederhana (misal: menanyakan kabar) ternyata bisa menghangatkan dan memberi semangat pada orang lain. 2020 adalah tahun yang berat bagi semua orang, jadi berbuat baik dan peduli dengan sesama sangatlah penting.
- Bersyukur atas apa yang dimiliki: Seringkali saya menganggap 'enteng' hal-hal yang sudah biasa kita dapatkan dengan mudah. Misalnya: ketemu temen2 untuk sekedar ngobrol. Eh...ternyata pandemi membuat kita gak bisa dengan mudah bertemu orang lain secara langsung 😐. Ini menyadarkan saya bahwa apapun itu, hal kecil - apalagi besar, harus selalu disyukuri keberadaannya.
Share This :
comment 0 komentar
more_vert